Rabu, 05 September 2018

Namaku, Sejarah Sakitku

Siapa sih yang tidak khawatir kalau bayi yang belum genap 3 hari itu tak kunjung menggeliat? Terlelap. Sangat lelap. Tak bangun. Tak pula minum air dari sang ibu, berhari-hari.

Siapa juga yang tidak cemas ketika tubuh mungil itu mulai berwarna kuning? Mata kuning, kuku kuning, kulit seluruh tubuh menguning. Mirip lemon.

Ayahnya mengguncang tubuh buah hati itu. Tak respon. Tak menangis. Gawat!

Berdebar-debar, mereka membawanya ke rumah sakit tempat ia dilahirkan. Berharap semua belum terlambat. Iya, berharap dalam ratap. Akhir bulan Juni, tahun 1992, internet belum ada. Belum banyak informasi tentang penyakit aneh entah apa itu.

Dokter memeriksa. Dan, ya, positif! Bayi itu positif terkena hyperbilirubinemia.

Pasangan muda itu saling tatap. Panjang sekali nama penyakitnya!

Hyperbilirubinemia adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Icterus adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva (mata), mukosa dan alat tubuh lainnya.

Bila tak segera diatasi, serentetan resiko menghantui. Kerusakan otot, disfungsi organ, hingga retardasi mental. Pucatlah wajah wanita muda itu.

Dokter menarik napas, katanya kemudian, "Harus terapi sekarang juga, dengan Fototherapi Propilaksis. Penyinaran dengan sinar ultraviolet dalam inkubator. Dan tentu dalam perawatan khusus, minimal 3 hari. Kita lihat responnya nanti."

Bersyukur tinggal di kota yang lengkap peralatan medisnya. Tanpa sinar ajaib itu, entah bayi bermata belok itu bisa bertahan.

Maka begitulah, saya kemudian dapat menangis kencang. Bergerak aktif dan hidup normal hingga sekarang.

Jadilah, sinar penyelamat itu disemat dalam nama. Dengan tambahan dari gabungan nama orang tua: Maryono dan Sulistiyonorini. Keluarlah nama unik, Marintha Violeta.

Hha... Masih bayi saja sudah begitu pelik. Lihat kehidupannya, semakin menggigit.

Katanya, "Hiduplah dengan normal, lalu berbahagia dengan apapun pemberian Allah." 

Tapi ternyata, menjalani kehidupan tak melulu dengan tawa. Duka dan lara menjadi bumbu yang mau tak mau dirasa. 

Seperti saat berkuliah di Poltekkes Kemenkes Semarang. Belajar menjadi perawat itu menguras jiwa.

Hari pertama Praktik Kerja Lapangan di ruang bersalin rumah sakit, saya membantu persalinan kandungan belum genap 6 bulan. Janin itu memaksa keluar. Pecah ketuban.

Bidan memberikan janin mungil itu pada saya. Tak menangis. Tak respon. Saya pacu jantungnya. Beri oksigen. Tapi tepat dalam genggaman tangan, ia meregang nyawa. Tubuh saya gemetar hebat. Tenggorokan tercekat. Surga rumahmu, Sayang.

Tahun 2013 lalu, dengan restu Sang Kuasa, toga disemat dalam haru. Gelar perawat mengekor di belakang nama. Akhirnya.

Yang paling menyakitkan ketika 2 tahun lalu  berpisah dengan orang tua karena harus bekerja di Arab Saudi. Desakan ekonomi dan dua adik yang belum mandiri, membuat saya tak bisa berdiam diri di negeri ini. Lihat saja demo perawat di televisi yang tak berkesudahan.

Benar memang ungkapan, "Kita tak bisa meraih apa yang ada di depan sampai melepaskan apa yang ada di belakang." Termasuk membebaskan diri dari zona nyaman yang melenakan.

Karena toh setelahnya harus menjalani Long Distance Marriage karena saya di Spanyol, suami di Jepang. Uhh, luar biasa rasanya, perbedaan 7 jam membuat kami jarang bisa bertemu, pun hanya via video call. Meski saya sudah kembali ke Indonesia 9 bulan ini, rindu masih terhalang tempat dan waktu. 

Bila nama Violeta yang diberi orang tua adalah doa agar saya terus maju, berusaha dan selalu bersyukur atas kehidupan. Bayi yang meninggal dalam genggaman itu membuat saya tak boleh menyerah pada ganasnya kenyataan.

Seperti kupu-kupu yang menunjukkan bahwa kegelapan sangat mungkin terjadi. Tapi buktikan, setelah bangkit dan berdiri, akan mengepak gagah nan berani. Meski tak sempurna, meski sayapnya berwarna hitam.

*Violeta
Semarang, 5 September 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...