Sabtu, 01 April 2017

Jangan Jadi Perawat, Dek!

#Violet 27

Jangan jadi perawat kalau ingin kuliah santai, berangkat sesuka hati, pulang semau sendiri. Ada asrama yang mau tak mau memaksa bangun pagi hanya untuk antri kamar mandi.
Buku tebal Keperawatan Medikal Bedah yang bisa alih fungsi jadi bantal di kala dosen berkisah tentang milyaran syaraf otak. Belum lagi dipanggil anak SMP, karena memakai seragam yang dipatut kembar dari kecambah rambut sampai jempol kaki. Pakai pantovel setiap hari, padahal bukan ABRI.
Jangan jadi perawat kalau suka fashion dan ingin kekinian. Ingat, dek. Perawat dilarang memanjangkan kuku apalagi pakai kuteks gliter warna warni. Khawatir jari tidak ketahuan sianosis gegara pelajaran biokimia yang menyumbat jantung.
Tak ada pulalah bulu mata lentik dan eye shadow cetar. Boro-boro pakai eye liner, yang ada malah gelambiran kantung mata hasil sureal lembur presentasi sehari 3 kali. Bolehlah bawa 2 kantung teh celup untuk kompres mata dikala dosen rapat ujian OSCA.
Jangan jadi perawat kalau ingin sepulang kuliah nongkrong cantik di kedai kopi. Harga satu buku medis itu ratusan ribu. Hitunglah 1 semester harus ada volume 1 sampai 3. Belum lagi kamus keperawatan yang kecil tapi harganya menggigit nadi.
Makan saja di kantin kampus, sisa uangnya untuk fotocopy materi teman karena bobok cantik di kelas. Ya meskipun dibacanya satu jam sebelum ujian.
Tongkrongan paling berkelas itu warteg depan kampus. Sudah mewah setara sajian hotel all you can eat (termasuk piring yang boleh dicemil). Melahap tumis kangkung yang entah sudah dipanasin berapa kali. Pelajaran hitung kalori nutrisi hanya untuk pasien, Dek. Saat kamu jaga malam nanti juga dikasihnya Indomie. Bukan sepanci brokoli.
Jangan jadi perawat, Dek. Semester semakin naik, kadar stressmu juga melejit. Baru kemarin nyuntik boneka, besoknya nyuntik ke pasien. Kalau salah tusuk, coba lagi. Anda kurang beruntung. Bilang saja masih mahasiswa praktikan, salah tak apalah. Namanya juga belajar. Tapi hei.. Pasien tidak mau tahu, Dek. Habislah kamu dicincang makian. Apalagi diancam dilaporkan ke presiden.
Oh ya, dari semester 1 harus belajar senyum. Ngaca, Dek. Pilih senyum ramah dan terlihat tulus ikhlas melayani 24 jam meski sambil nangis. Harus simetris kanan kiri. Pipi jangan terlalu tinggi (ini serius ada di mata kuliah Komunikasi). Bukan pula genit-genit apalagi bibir cocor bebek. Bisa dilempar tiang infus kamu nanti.
Bawa juga penggaris, meteran atau busur. Pelajaran Komunikasi Terapeutik, Dek. Pastikan jarak saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien 50-120 cm. Dengan kecondongan badan 30 derajat.
Jangan kurang atau lebih. Melanggar SOP. Bisa viral di media sosial wajah polosmu itu. Caption: 'Jangan ke RS Timur Laut, perawatnya jutek, galak, pelit, genit'. Dibalas dengan komen yang menguras hati. Yang terciprat nila satu baju, tapi merembes kemana-mana. Entah lari kemana si penjaja solidaritas itu.
Jangan jadi perawat, dek. Kalau disentak senior saja langsung nangis. Nanti kamu ketemu pasien yang emosinya fluktuatif. Keluarga pasien yang ingin dinomorsatukan setelah Tuhan. Sekali pencet bell, perawat harus langsung datang, mirip adzan. Atasan dan sistem Rumah Sakit yang 'begitulah'. Apalagi setelah satu bulan full babak belur lalu melihat slip gaji.
Coba mulai sekarang latihan bela diri. Ampuh untuk menjaga hati dari provokasi dan intimidasi. Kelewat cadas, babat habis! Bukannya perawat juga manusia yang punya hati?
Parahnya lagi, sudah sumpah profesi dan foto selfie. Masih saja berpikiran 'salah jurusan'. Apalagi yang sudah tahunan bergerilya di rumah sakit dipanggil mbak suster dan mas suster, ada saja yang nyeletuk, "ga suka jadi perawat."
Duh Dek, itu bertahun-tahun ngurus pasien bagaimana? Senyum ramahnya ke mana? Sumpah profesinya diucap benar? Ini profesi yang dibawa sampai mati. Itu sama seperti suami yang dinikahi tapi dibenci. Gimana mau ada chemistry?
Bekerja setengah hati tapi tak mau telat terima gaji. Protes sana sini kalau dianiaya dengan bayaran tak pantas. Loh, tadi katanya ga suka? Kok ga cerai saja? Cari pekerjaan lain yang katanya lebih manusiawi. Hati-hati, katanya perawat itu tangan Tuhan, tapi justru membenci tubuhnya.
Jangan jadi perawat kalau mau kerja enak, hidup kepenak, gaji mengalir sepanjang Bengawan Solo. Konsultasi kesehatan di warung kopi dibayar dengan ucapan terima kasih, Dek!
Saya kasih tahu sekarang, agar nanti tidak bilang, "tersesat di jalan yang benar." Pastikan itu jalan yang benar-benar kau ingini. Bukankah pilihan itu selalu ada. 'There is always another way.' Kalau tidak suka, tinggalkan.
Kalau terlanjur tercebur ya belajar berenang, tak apa gelagapan dan minum banyak air garam. Setidaknya bisa jadi perenang handal dan mencapai daratan. Bukan memaki lautan ketika nyaris tenggelam.
Selalu berpikiran ini itu salah jika merasa kalah, tak sesuai keinginan, bahayanya lagi meragukan janji Tuhan dalam kecukupan materi.
Pilih profesi seperti memilih pasangan yang ingin dinikahi. Pastikan satu visi. Bukan menyalahkan sana sini jika pernikahan tidak seromantis yang kau ingini. Itu salah pasangan atau ego diri yang tidak terkendali?
Jika tak ingin bercerai, belajar mencintai pasangan apa adanya. Karena cinta bukan berarti memiliki lalu bertindak sesukanya, tapi menerima sepenuh hati dengan segala resiko dan konsekuensi. Mensyukuri apapun yang telah Allah beri.
Jangan jadi perawat kalau kamu tidak kuat. Jadi suster FTV saja, yang seliweran di TV, tapi tak mengenal nikmatnya mendampingi pasien bangun dari koma. Ucapan terima kasih pasien dengan pelukan dan cucuran air mata.

*Violeta
Jeddah, 30 Maret 2017

4 komentar:

  1. Perawat butuh kesabaran besar saat menghadapi pasien, jadi jangan jadi perawat dek kalau gak kuat. hihi

    jleb mbak tulisannya, semoga yang berniat jadi perawat harus benar2 matang dipikirkan agar tidak putus di tengah jalan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siipp, jadi tidak menyesal dan memeperkarakan apa yang dulu sudah jadi keputusan. ^.-

      Hapus
  2. Mbak, saya mau tanya apakah jurusan D3 keperawatan punya peluang kerja di Arab Saudi jg seperti mbak? Makasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaallah bisa, mbak. Saya juga d3 kok. Asal ada kemauan dan restu orang tua, bisa.. 😊

      Hapus

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...