Jumat, 17 Maret 2017

Nurse is not a Job. Nurse is My Soul!

#Violet 26
Beberapa saat lalu salah satu adik kelas BBM. Mengajukan 2 pertanyaan yang membuat saya berpikir extra.
1. Kenapa pilih menjadi perawat?
2. Kenapa pilih menjadi perawat diluar negeri daripada PNS?
Oke. Saya jelaskan satu-satu yah adek cantik. Semoga bisa menjawab.



Perawat itu bukan pilihan saya. Bukan pula pilihan orang tua. Saat itu di antara kebimbangan luar biasa. Tahun 2010, setelah lulus SMA, diterima di 2 kampus negeri. S1 Sastra Inggris Universitas Diponegoro dan D3 Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang.
Waktu berpikir hanya 1 minggu. Karna harus segera daftar ulang di hari yang berdekatan.
Siapa sih yang tidak mau kuliah di Undip? Yang masuk 10 besar jajaran kampus terbaik di Indonesia. Bahkan dek, guru SMA dan teman-teman berambisi masuk sana. Pula itu harapan Ayah yang juga alumni Undip dan kakak yang sedang melalui tahun terakhirnya di sana dengan beasiswa. Nyatanya, saya sudah mengeliminasi ribuan orang yang ikut test SNMPTN Undip.
Dan Poltekkes? Diam-diam mendaftar. Dari uang yang didapat setelah membagi brosur kendaraan. Mudahnya, jadi SPG. Saya juga tidak pamit waktu test. Ketiduran saat mengerjakan soal. Sembarangan asal contreng. Masa bodoh sama sekali. Pilih jurusan perawat juga gambling. Tutup mata. Asal tunjuk. Berdoa dalam hati semoga tidak lolos. Tapi lolos. Masuk 10 besar.
Galau luar biasa.
Tak tahu harus pilih jalan mana. Semuanya berat. Karna tentu saja satu langkah menentukan masa depan kita.
Bagaimana jika salah jurusan dek? Lalu menjadi pecundang. Gagal memilih langkah. Kuliah sembarangan. Masa depan porak-poranda.
Saya shalat istikharah malam itu. Menangis sejadinya. Pasrah sepasrah-pasrahnya. Rasanya, terserah apa mau Allah. Saya hantarkan keduanya. Undip di tangan kanan. Poltekkes di tangan kiri. Saya letakkan di sajadah.
Dan cahaya itu datang. Terang sekali, dek. Saya belum pernah menemukan cahaya seterang itu. Tepat di sana. Di dalam hati yang paling dalam. Ada kekuatan yang luar biasa. Keyakinan yang memancar entah dari mana. Memedar begitu saja. Indah. Menawan. Terang sekali. Padahal kamar saat itu gelap gulita. Cahaya itu menyemai keberanian untuk melangkah, ke jalan perawat.
Paginya saya katakan ke orang tua. Ayah marah sekali. Benar-benar marah. Beliau ingin melihat anaknya menjadi sarjana. Dan kau tahu apa yang beliau katakan?
"Kalau kamu pilih perawat, setelah lulus nanti, papa ga mau bayarin kuliah lanjutan kamu lagi. Pokoknya cari uang sendiri. Biayai hidupmu sendiri! Mahal-mahal kuliah kok jadinya pembantu!"
Saya tak bisa menjelaskan kenapa pilih perawat. Tidak. Kejadian malam itu sulit dilukiskan. Apalagi sebagai latar. Tak masuk nalar. Katanya, saya egois, tak bisa berpikir logis.
Logis? Itu Allah, dek. Allah yang memilihkan. Kenapa saya pilih perawat? karna Allah yang memilihkannya. Sama seperti kita tak dapat memilih jodoh yang ganteng, soleh, rupawan, kaya raya, sabar dan pintar segalanya. Kita, hanya akan menerima jodoh pilihan Allah, dek. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan segala keterbatasan yang pada kenyataannya, justru dapat menyempurnakan kita.
Saya menerima tawaran itu. Meski ditentang dan dimusuhi. Dicaci saudara-saudara. Ditertawakan tetangga. Disindir sana sini. Bahkan menjadi anak durhaka karna tidak nurut orang tua.
Saya hanya genggam ini kuat-kuat, "saat kita memilih Allah, Allah akan memberikan kekuatan besar. Meski kita berjalan sendirian. Percayalah, kuasaNya meliputi luas semesta."
Berat sekali kuliah tanpa dukungan keluarga. Kamu pasti tahu benar rasanya, dek. Bahkan berusaha menunjukkan prestasi lewat organisasi kampus agar mereka menerima saya.
Menjadi salah satu mentor NEC (Nursing English Club), 2 tahun di BEM (organisasi eksekutif tertinggi kampus), menjadi anggota FKMPI (Forum Komunikasi Mahasiswa Politeknik se-Indonesia), komisi C Forkompi (Forum Komunikasi Mahasiswa Poltekkes se-Indonesia), dan juga menjadi Ketua UKM Paduan Suara Mahasiswa.
Tapi sia-sia dek. Mereka tak melihat itu semua. Setiap pulang dan kelelahan. Saya justru mendapat cacian. "Sukurin! Salah sendiri jadi perawat!" Apalagi jika keceplosan mengeluh. Semakin panjang cercaan menghujam.
Saya mencoba menyeret kaki setiap hari. Menguatkan hati. Belajar menata diri. Tidak mengeluh. Tidak membantah. Dan yang pasti tidak berhenti melangkah. Meski terseok-seok dan menahan sakit. Belajar menjadi pribadi tangguh.
Setelah lulus, diterima di Rumah Sakit Internasional di Bandung. Alhamdulillah dimudahkan, dek. Dari lulus hingga sekarang, tak pernah meminta uang lagi ke orang tua. Sesuai perjanjian kami 3 tahun yang lalu. Saya pindah ke Bandung. Membiayai seluruh kebutuhan sendiri.
Memulai hidup dari nol. Berhutang RS saat ambruk dan menginap di IGD. Beli nasi bungkus untuk 2x makan. Menggelonggong air putih saat lapar tengah malam. Memilih berjalan kaki 30 menit demi menghemat uang angkutan.
Tapi dek, percayalah, Allah memeluk erat mimpi kita. Menjadi perawat bukan pekerjaan yang saya impikan. Tapi ini adalah jiwa untuk meraih mimpi-mimpi saya. Menjadi manusia yang berguna. Bermanfaat bagi sesama. Bukankah itu pesan Nabi Muhammad SAW juga?
Memegang janin 3 bulan karna ibu keguguran. Menimang bayi hydrocephalus. Mengajak bermain anak-anak penderita kanker. Menyaksikan senyum bahagia setelah pasien operasi katarak. Menghibur remaja yang depresi karna putus cinta.
Menenangkan pasien gangguan jiwa. Menyemangati pasien yang baru sadar dari koma. Memeluk ibu yang kehilangan bayinya. Menggenggam tangan pasien saat ruhnya tercabut. Hingga mengumpulkan jenazah tak utuh korban kecelakaan.
Perawat bukan pekerjaan, dek. Ini adalah sebongkah jiwa. Bersinar terang di hati kita. Memancar memberi kehangatan dunia.
Jika kau temui salah di profesi ini. Maafkanlah. Tak ada yang sempurna di dunia. Jika gaji tak seberapa. Profesi ini dipandang sebelah mata. Bahkan ada yang terang-terangan menghina. Biarkan saja, dek.
Yang penting kita tetap berusaha optimal. Belajar sebaik-baiknya. Semoga usaha kita kelak berbuah manis. Semanis upaya kita untuk memperbaiki nama profesi ini. Yang bertahap menjadi pribadi indah dan mengindahkan. Yang santun, sopan dan bersahaja.
Jika mengubah profesi ini terlalu sulit, maka semoga keberadaan kita selalu bermanfaat bagi sekitar. Mengubah hal-hal kecil. Menghentikan kebiasaan mengeluh dan banyak protes tanpa melakukan apa-apa. Semoga kita menjadi pionir untuk berpikir positif dan bertindak aktif di dalam maupun di luar negeri. Biarkan waktu bercerita, kita tetap berkarya.
Maafkan jika menangis menulis ini. Rasanya seperti membuka tabir kehidupan diri. Jika tak memilih perawat, akankah saya bahagia? Akankah sukses? Akankah sampai ke Saudi Arabia? Akankah merasakan nikmat bersujud di depan ka'bah?
Malam itu Allah menuntun menjadi perawat, karna Allah tahu masa depan saya. Allah telah menyiapkan semuanya. Pintu-pintu kesempatan. Dan mimpi-mimpi saya. Mungkin begitu juga denganmu. Allah sedang menyiapkan hadiah menawan untuk semua perjuanganmu. Bersabarlah sayang. Semua indah pada waktunya.
5 tahun lalu saya juga tak tahu jika akan berada di tanah nabi, sebagai perawat. Tapi apa saya ragu pada pilihanNya saat itu? Tidak. Saya selalu percaya pada kehendakNya. Meski harus jatuh bangun meniti tangga pembuktian.
Apa kau masih tak percaya? Cobalah tutup matamu sejenak. Lalu rasakan ada yang bersinar hangat di sana. Jauh di dalam hatimu yang gulita. Ada jiwa yang membuatmu menjadi pribadi istimewa. Adakah kau menemukannya sayang? Jiwa perawat itu. Yang kau bawa kemanapun kau pergi. Yang kau jaga bagaimanapun sakitnya fisik dan hatimu.
Tersenyumlah. Berbahagialah. Allah menuntun kita ke jalan yang benar. Selalu ke jalan yang benar.
Dirgahayu PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) ke 42.
Untuk para dosen dan teman semua. Terimakasih telah membawa saya menemukan diri seutuhnya. Menggenggam saya melewati hidup sebenarnya. Semoga rahmat Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Dimanapun berada.
Untuk pertanyaan kedua, insyaallah saya jawab ditulisan selanjutnya.
Salam sayang dari Saudi Private Nurse.
*Violeta
Riyadh, Saudi Arabia, 17 Maret 2016, 03.37 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...