Senin, 03 September 2018

Anak-anak di Jepang itu nakal-nakal nggak, sih?

#Violet 28



Bocah laki-laki yang lagi duduk di kursi sensei (guru) itu namanya Kyoya. Usianya 10 tahun. Sekarang kelas 4 SD. Setiap sabtu, kami belajar bareng. Dan, waktu kemarin saya datang, papan tulis sudah penuh dengan huruf Kanji.

Wah, bikin dia mau nulis kanji itu gurunya harus salto-salto dulu. Sebulan yang lalu, saat pertama kami bertemu, dia selalu alesan kalau sudah bahas kanji. Ngerjuknya ga main-main, lho. Ngantuk, bener-bener merem itu bocah. Gurunya ngalah. Diambilinlah kasur dan selimut. Dia tidur beneran di lantai kelas. 

Minggu depannya lagi, laper. Minum aja terus kerjaannya. Trus tumpah. Atau sengaja ditumpahin, ngepel kan dia. Cucok! Waktu belajar ludes cuma buat minum-tumpah-ngelap-minum-tumpah-ngelap.

Sabtu depannya, riweuh main sama anjing. Digendong-gendonglah. Duduk di jendela. Mainan bola. Dan kalau dia lompat-lompat, saya yang jantungan. Rumah Jepang itu kan dari kayu. Kami di lantai 2. Nah kalau ambrol piye jal? Tapii... Kalau sudah bahas matematika, wah, semangat dia, langsung duduk anteng di kursi. Makanya, sabtu kemarin itu rekor, dia mau nulis kanji sebanyak itu. Walaupun saya juga ga paham arti tulisannya.

Malah dia yang nunjukin. "Cotto mate, kore wa kanji fish, sensei!!" - tunggu, ini kanji ikan, bu guru!!

Iya, jadi, saya ngajarin dia Bahasa Inggris, dia ngajarin saya Bahasa Jepang. Haha..  Cemmana pula saya yang perawat ini malah duduk di kursi sambil dikte pelajaran ke murid.

Di facebook, sering berseliweran video tentang betapa tertib dan penurutnya anak-anak di Jepang. Bener-bener ngikutin aturan dan pendiam. Bahkan, dulunya saya juga percaya kalau di Jepang itu ga ada istilah tantrum. Anak nangis histeris karena untuk mendapatkan sesuatu. 

Hoallah, Jeng. Itu karena kita cuma liat yang direkam media. Pas saya lagi motret si Kyoya itu, adeknya, Sharika, lagi nangis gulung-gulung minta pulang. Jian. Tobat, rak?

Jerit-jerit pake bahasa Jepang yang blas saya ga paham maunya apa. Baru diem beberapa menit kemudian setelah diajak main origami dan disogok permen coklat 1 strip. Nah kan, jadi sebenarnya, di manapun negaranya, anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka punya dunia berbeda yang menggemaskan. Ya, kadang buat kepala guru-gurunya nyut-nyutan juga. 

Tapi ada kejadian menarik, saat anak dari teman saya bertengkar dengan teman sebayanya di sekolah, tidak akan ada guru yang melerai.

Tubuh-tubuh mungil itu saling dorong dan teriak. Salah satu roboh ke tanah. Tapi berdiri lagi. Mencoba melawan dengan mendorong lawannya. Sambil saling melotot. Sengit. Gurunya hanya melihat dari kejauhan. Kenapa? Karena katanya, "Bertikai pada usia anak-anak membuatnya belajar proses kematangan mental dan melewati fase saling mengenal untuk menjadi kawan." Duhlah, baru tau saya tentang teori itu.

Kata Muhammad Ali, "Children make you want to start life over." Ya, anak-anak membuatmu ingin memulai hidup lagi dan lagi.

"While we try to teach our chidren all about life, our children teach us what life is all about." Kalau ini menurut Angela Schwindt. Jadi, selama ini kami, para orang dewasa ini, sekuat tenaga mengajari anak-anak tentang kehidupan, yang pada nyatanya, anak-anak itulah yang sedang mengajarkan kami kehidupan. Tawa mereka yang lepas, anggukan kepala yang mantap, atau teriakan yang lantang, adalah dunia yang perlahan hilang saat usia beranjak matang.

Ahh, jadi begitu, memang, di kelas itulah Kyoya-kun dan Sharika-chan yang sedang menjadi sensei. Membuat saya mengangguk takjub, setuju, atau gemas dengan kepolosan keduanya, yang sejujurnya, saya rindukan di diri saya sendiri. Anak-anak itu, adalah dunia, yang unik, penuh nyali, dan tak pernah berhenti mengayuh mimpi. Keusilan yang membuat mereka, selalu istimewa.

Jadi, anak-anak di Jepang itu nakal-nakal atau tidak?

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

*Marintha Violeta Sapporo, Hokkaido, 3 September 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...