Kamis, 09 Maret 2017

Keajaiban Doa

#Violet 24

Arab Saudi memasuki musim dingin. Tapi di Jeddah masih begini-begini saja. Tidak ada hujan lebat seperti di Kota Riyadh. Apalagi hujan es seperti di Kota Tabuk. Hanya suhu malam yang lebih bersahabat. Saat siang, ya masih panas menyengat.

"Doa saja, semoga turun hujan," celetuk teman. Lah, bagaimana hujan kalau langit saja terang benderang. Bahkan awan saja jarang.

Ngomong-ngomong soal doa, pasti banyak diantara kita yang baca, dengar bahkan mempelajarinya. Tapi bagaimana doa ini benar-benar mewujud di depan mata? Nah, ketika hati melemah, pikiran penat, saya mengingat kejadian ini.

Saat itu saya merawat seorang anak usia 11 tahun di ruang ICU. Dokter mendiagnosa hidupnya tidak lama. Orang tua membawanya ke beberapa rumah sakit ternama di sekitar Jakarta dan Jawa Barat.


Tak ada perbaikan hingga berbulan-bulan. Bahkan penyakit pastinya tidak diketahui. Tiba-tiba organ dalamnya tak berfungsi baik. Sakit yang sudah menjalar kemana-mana. Akhirnya ia dirujuk ke rumah sakit kami atas permintaan keluarga. Setelah berpindah belasan rumah sakit tentunya.

Kebetulan beberapa kali saya mendapat kesempatan menjaga anak ini. hal yang membuat saya tak mampu menahan haru ketika ibunya, dengan kerudung lebar dan senyum melengkung, meminta ijin membimbing anaknya shalat.

Saya bantu menutup tubuhnya dengan selimut. Termasuk menutup rambutnya dengan syal atau kain.

"Nak, kita shalat maghrib dan isya ya," kata ibunya sambil duduk di samping tempat tidur anak itu. Seperti yang biasa ia lakukan. Jam besuk siang untuk shalat subuh dan dhuhur. Sedangkan jam besuk sore untuk shalat ashar, maghrib dan isya.

Saya keluar ruangan. Memerhatikan dari balik jendela. Tak mampu menahan air di kelopak. Lihatlah, belalai napas dan juntaian selang-selang itu menjadi saksi. 8 infus itu tak lepas memandangi. Mesin-mesin yang berbunyi itu turut pula mengakui. Di dalam tidur lelapnya, tubuh mungil itu sedang shalat. Setiap napas yang di dorong mesin, ia bergumam. Menyebut namaNya. Melantunkan doa tanpa suara.

"Saya tidak ingin menangis di depannya, sus. Saya yakin dia kuat. Allah sedang mendekapnya," sahut pemilik wajah teduh itu ketika saya katakan, "Ibu tabah sekali."

Bayangkan berbulan-bulan buah hatinya berjuang melawan sakit yang entah bermula dari mana. Hanya tergeletak lemah tak berdaya. Wajah pucat dengan mata tertutup rapat.

Hingga berminggu-minggu kemudian. Rutinitas itu selalu dilakukan. Shalat bersama ibu. Ayah membaca Al-Qur'an setelahnya. Bahkan kami memberi waktu membimbing shalat di luar jam besuk jika si ibu tak sempat karena mengurus penjenguk yang ramai.

Dan, hal mustahil itu datang. Vonis puluhan dokter terpatahkan. Gadis itu menggerakkan jarinya. Membuka mata bulatnya. Berbinar-binar. Bercahaya. Selang napas di mulutnya dilepas. Senyumnya seketika merekah. Seperti mawar segar di pagi yang cerah.

Semuanya membaik. Benar-benar semuanya. Hasil laboratorium, foto rontgen paru dan CT scan kepala memberikan hasil yang mengejutkan. Saat kami memberi tahu keluarga, ibu itu memeluk saya dengan derai air mata. Tangis pertama di depan putrinya. Ayahnya memeluk dokter disamping saya. kebahagiaan buncah saat itu juga. Gadis itu berangsur-angsur pulih dan sehat seperti semula. Tapi, bagaimana bisa?

Kejadian ini terjadi 2 tahun yang lalu. Tapi masih mampu merasakan energi doa itu. Saya hanya menutup mata. Membayangkan seorang ibu menuntun shalat gadis kecilnya.

Dan sepersekian detik kemudian, tungku semangat saya terbakar. Allah bersama kita. Kita yang percaya akan kuasaNya. Menyembuhkan saja mampu, apalagi menyelesaikan segala masalah manusia?

Kini, tak ada alasan saya untuk tidak percaya pada keajaiban doa. Pada kekuatan yang Kuasa. Apalagi jika terlantun dari kedua orang tua.

Doa-doa itu melambung ke langit. Menggelantung di awan-awan. Semakin hari semakin banyak. Semakin berat. Lebih berat. Sangat berat. Awan menggelap. Maka di waktu yang tepat, sesuai janji Allah, doa-doa itu berjatuhan. Bulir-bulirnya menjawab segala permintaan. Seperti hujan yang sedang kita nantikan sekarang.

Jangan pernah berhenti berdoa. Jangan pernah teman. Berdoalah untuk orang tua, keluarga, saudara, sahabat, orang-orang yang menyayangi dan yang juga membenci kita. Berikan doa terbaik kita. Lalu tunggu hujan rahmatNya.
Robbana latuzig qullubana ba’daidz haddaitana wahabblana miladunka, rohmatan innaka antal wahab," Ya Tuhanku janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak pemberiannya. (Ali Imron;8)

Image may contain: one or more people and eyeglasses

*Violeta
Jeddah, KSA. 25 November 2016. 02.14 am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...