Kamis, 16 Februari 2017

Perawat Membedah Kepala Berani, Tapi Takut Keluar Negeri?

#Violet 13

Selama 1,5 tahun berada di Arab Saudi, mengira hanya saya yang menjadi perawat private, ternyata di luar sana banyak juga yang senasib begini. Tersebar di kota-kota Arab Saudi. Sayangnya, belum banyak yang show up ke media atau terang-terangan menceritakan pengalamannya. Jadi sudah tentu informasi tentang private homecare di Arab Saudi itu langka.

Jika mencari di google, kebanyakan tentang lowongan kerja. Tapi cerita suka dukanya, duhh, limited bahkan tidak ada. Saya sendiri mencari informasi dari si A dan si B lalu disalurkan ke si C.

Padahal, penyakit semakin beragam dan tingkatannya menurun. Usia 30an tahun saja sudah banyak yang mengidap diabetes, jantung dan kanker. Bagi mereka yang tak ingin dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan, menghabiskan puluhan hingga ratusan juta karena harus sewa kamar, perawat homecare solusinya!

Sayangnya, jenis lowongan ini jarang sekali dilirik pasar. Perawat inginnya bekerja di rumah sakit mentereng dengan posisi gemilang. Mungkin itu sebab surat lamaran ke RS besar menumpuk tak terkira. Kata teman yang bekerja di RS terkemuka, tidak semua surat lamaran kerja terbaca. Karena bisa jadi loker hanya 20 perawat, tapi yang masuk hampir 800 map lamaran kerja.

“Mana ada waktu kita baca CV satu-satu, Vii?” katanya getir.

“Terus nasib sisanya gimana?”

“Kemarin aku baru bakar 300an map lamaran perawat. Duhh, rasanya ngeri. Tapi mau gimana lagi?” Dia menggigit bibir. Antara bersalah dan tak ada pilihan.

Ngeri! Iya, ngeri, jadi rasional sekali jika hampir 20an surat lamaran yang saya kirim ke RS besar tak ada satu pun yang berujung panggilan. Berjamaah hilang tanpa jejak.

Ketika di kampus, kami juga tak memiliki banyak pandangan. Bayangkan, hampir 1 angkatan mengejar posisi di RS yang sama. Padahal kursinya tak seberapa. Teman menjadi lawan, berlomba habis-habisan.

Bahkan ada yang diam-diam menghanyutkan. Diam saja kalau RS A ada lowongan, tahu-tahunya sudah diterima. Cengengesan saat ditodong, “kok nggak ngabarin sih kalau di sana ada bukaan?” Yang lain, merengut kecolongan.

Sedih sih, tapi ya gimana. Mungkin memang nasibnya. Kalau orang jawa bilangnya ‘bejo-bejonan’.

Ada pula yang rela menganggur berbulan-bulan. Demi diterima di RS terkenal. Tak apalah ongkang-ongkang dulu, yang penting nanti bisa kerja di RS internasional dekat rumah.

Ini serius, ketika saya mengirim lamaran ke Bandung, saya coba mengajak teman-teman untuk melamar di sana. Tapi jawabannya hampir sama, “JAUH!” Duh, padahal masih di Pulau Jawa juga.

Jadi sekarang kalau saya ajak hijrah keluar negeri, jawabannya lebih dramatis, “GILA LO, VII!! ITU JAUUHHHH BIANGGEETTT,” sambil teriak heboh kaya mau diajak ke akhirat. Padahal ya masih di bumi yang sama.

Ajakan saya sebenarnya bukan tanpa alasan. Tidak mungkin saya menawari mereka yang sudah memiliki posisi mapan. Justru tak tega dengan sejawat yang keluhkan gaji segini, perlakuan begitu. Tidak sesuai dan sering terdzolimi, katanya. Waktu diajak kerja sambil umroh gratis plus bisa haji, alasannya bejibun ribuan.

Saya harus bantu bagaimana lagi?

Mendoakan agar segera diberi jalan keluar?

Baiklah, akan saya ceritakan 2 kisah yang beberapa hari ini mengganggu pikiran. Ini kisah sahabat sendiri. Nyata. Bukan bualan. Apalagi hoax.

2 orang ini nitip doa jodoh. Minta dibacakan saat umroh. Karena keduanya sama-sama single dan sudah berumur matang. Akhirnya saya bacakan, dengan niat, doa dan di tempat yang sama. Dibaca berulang-ulang.

Awal bulan ini, 1 sahabat mengabarkan jika bulan depan akan menikah. Saya kaget! Secepat itu? Iya, dia juga kaget. Tapi kemudian bercerita segala prosesnya. Dari mendekati orang tua, proses ta’aruf, lamaran, hingga persiapan-persiapan detail seperti membaca buku-buku seputar pernikahan dan kiat-kiat menjadi keluarga yang samawa.

Sahabat satunya. Benar-benar tak ada kabar. Jangankan pernikahan, dekat dengan siapa saja tak ada. Setelah saya tanya, ternyata tak pernah ke mana-mana. Jangankan memperbaiki diri, bersosialisasi saja tak mau, apalagi membuat CV taaruf atau bertemu kyai minta dikenalkan. Ya bagaimana mau ketemu jodohnya?

Saya selalu percaya kekuatan doa, tapi tanpa usaha, doa kita hanya tertimbun di awan-awan, entah kapan dijatuhkan. Usaha itu bentuk dari ikhtiar. Melakukan upaya seoptimal mungkin. Benar-benar sampai mentok mepet tembok. Setelah itu baru tawakal.

“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Jumu’ah: 10)

Jadi teman, cobalah untuk membuka pintu selebar-lebarnya. Keluarlah mencari kesempatan. Ambil peluang yang memang tersaji di depan mata. Genggam resiko dengan keyakinan untuk maju, tumbuh besar dan mendekat pada kuasa Allah. Tanah kita bercocoktanam itu seluas muka bumi. Jika rezeki belum kelihatan hilalnya di sana, bisa jadi tertumpuk di sini.

Beranilah mengekspresikan diri di mana pun dan kapan pun. Let other people chase you by doing something phenomenal! Jangan sampai ketakutan justru mengkerdilkan kemampuan diri. Membedah kepala dan mengeluarkan otak manusia saja berani, masa keluar negeri tidak bernyali?

Jika Arab Saudi dirasa terlalu jauh, bisa pilih Singapura yang sedang menanti ekspansi perawat-perawat pemberani.

Semoga kita tidak menjadi manusia instan yang mau mudahnya saja. Tapi menjadi manusia intan yang sukses karena berproses. Bertahan dari dahsyatnya pembakaran perut bumi. Lalu keluar menjadi pribadi yang bersinar terang.

‘Irak bin Malik radhiyallohu ‘anhu pergi dan berdiri di depan pintu masjid ketika selesai shalat Jum’at, memanjatkan do’a, “Ya Allah, saya telah memenuhi panggilan-Mu, menunaikan kewajiban-Mu dan bertebaran (untuk mencari karunia-Mu), sebagaimana yang Engkau perintahkan kepadaku, maka limpahkanlah karunia-Mu kepadaku karena Engkau-lah sebaik-baik Pemberi rizki.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

*Violeta
Jeddah, KSA. 16 Februari 2017. 09.05 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...