Jumat, 17 Februari 2017

Problematika Pekerja Luar Negeri dan Tips Sebelum jadi TKI

#Violet 16

Meninggalkan Indonesia, tidak pernah muncul dalam pikiran sebelumnya. Kenyataannya, saya tidak menginjakkan kaki di bumi pertiwi selama 1 tahun, 1 bulan, 13 hari, 8 jam, 47 menit, sejak take off dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Hari pertama berada di Jeddah, Kingdom of Saudi Arabia, menjadi hari terakhir bertemu orang Indonesia. Itu artinya, keseharian, bahasa, bahkan bersikap, semua berubah. Saya menjadi pribadi berbeda dalam sekali hentakan jarum jam.

Mimpi apa semalam, ketika bangun tidur sampai tidur lagi full berbicara dalam Bahasa Inggris? 

Oh God! Syok? Pasti. Tapi sensasinya luar biasa! Ketika berada di tempat yang tidak ada yang mengerti Bahasa Indonesia itu membuat kita merasa, I REALLY LOVE INDONESIA!!

Mengikuti alur budaya dan keseharian membuat lidah saya juga harus beradaptasi kilat. Jangan harap ada nasi goreng atau pecel untuk sarapan. Di meja hanya akan sedia roti tawar, samoli atau sejenis roti panjang, roti arab dengan berbagai jenis keju, selai cokelat dan kacang yang bisa dipilih sesuai selera. Oke fine, sebagai pendatang, saya memilih sarapan dengan Indo**e.

Nah ini juga, saya baru kali ini, sumpah baru kali ini, bertemu seseorang dari India yang addicted dengan roti. "Nggak kenyang kalau nggak makan roti." Padahal baru saja dia makan sepiring nasi Bukhari. Aihh... Roti... Tolong redaksi, itu roti diganti 'nasi' bisa? Sebagai orang Indonesia yang cinta tanah air, nasi tak bisa digantikan dengan berlembar-lembar roti gandum. Tolong. Please. Ada Indo**e?

Yahh.. Baiklah kalau memaksa. Sehari sekali bertemu nasi bolehlah. Gantinya, setiap hari makanan selalu menu Arab, Syria, Afrika atau Eropa. Dan itu membuat saya agak mual, dengan aroma kapulaga dan rempah khas negeri teluk atau nasi campur krim keju. Maka jangan heran jika saya bisa loncat-loncat kegirangan ketika menemukan sate, empal gentong, kari ayam dan soto di supermarket. Dalam bentuk Indo**e, tentu saja.

Heii... Ini karena aku cinta produk Indonesia. Benar-benar 'seleraku...'

Sejauh ini, alhamdulillah tidak ada masalah berarti. Kecuali mimisan saat cuaca panas ekstrim dan masuk angin saat puncak musim dingin. Hari ini cuaca mendung. Asyik untuk duduk di samping kolam renang atau berjemur di sepanjang Laut Merah. Suhu bersahabat. Angin berkelebat.

Keluar negeri bukan semata-mata 'ingin', kawan. Tidak. Jangan. Saya sarankan, sebaiknya teman-teman menggenggam alasan erat kenapa memilih keluar negeri. Alasan itulah yang akan menguatkan ketika setiap hari berhadapan dengan orang-orang dari berbagai negara lengkap dengan watak dan attitude-nya. Baiklah. Tidak semua seramah orang Indonesia dan tidak semua orang Indonesia ramah di negeri orang. Ini rumusnya.

Jangan sampai, setelah di luar negeri, justru kelimpungan dengan 'keadaan yang berbeda'. Berharap semua enak? Lah, emang negaranya punya situ? Lalu marah-marah, memaki-maki dan menjelek-jelekkan PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Bahkan sampai bawa-bawa presiden RI beserta jajarannya. Katanya, "tidak becus mengurus TKI."

Padahal, kita-kita juga yang heboh minta segera diterbangkan. Visa dibuatkan. Proses dilancarkan. Tinggal ongkang-ongkang kaki menunggu jadwal penerbangan. Setelah sampai di negeri orang, minta cepat dipulangkan. Remisi kontrak. Pulang dadakan. Katanya, tak sesuai 'janji manis' Bupati. Lah, sekarang Bupati yang dibawa-bawa.

Jadi teman, tolong, tolong dengan sangat. Punyai dulu tekat dan alasan kuat kenapa memilih keluar negeri. Pastikan kontrak dan perjanjian yang tertulis sesuai dengan kesepakatan. Carilah informasi selengkap-lengkapnya. Datangi kantornya, temui direkturnya jika tidak mendapat kejelasan yang pas dari pihak agency. Bukan karena kata si A, B, C. Lalu asal tanda tangan. Ikut-ikutan. Mau enaknya. Menolak sulitnya.

Apalagi lintas benua. Tidak bisa pulang semaunya. Homesick yang menggila. Pula jaringan internet absurd. Sekarang saja kami tidak bisa telepon ke Indonesia karena jaringan internet Saudi disegel. Jadi saya harus mengirim pesan dahulu, lalu keluarga Indonesia yang menelpon saya.

So guys, saya tidak melarang teman-teman untuk mengepak sayap lebih lebar. Ambillah kesempatan yang ada. Bukalah pintu-pintu kemungkinan yang tersedia. Bisa jadi itulah jalan rezeki kita.

Dibalik sulit, berat dan kejamnya rumah tetangga, saya menggapai mimpi-mimpi saya disini. Salah satunya: naik unta bunga-bunga di Tanah Arafah. Saya naik saat malam. Fotonya gelap.

Jadi, bagaimana dengan kalian? Sudah dapat alasan terkuat hijrah keluar negeri?

Untuk teman-teman yang sedang berada di negeri orang: stay positive, stay fighting, stay brave, stay ambitious, stay focus and stay strong. The mentality is everything.

Aset paling besar adalah iman. Komunikasi paling hebat adalah doa. Semoga Allah melindungi kita dimanapun berada, dan semoga segera bertemu kembali dengan keluarga.

Salam hangat dari Saudi Private Nurse.



*Violeta
Jeddah, KSA. 13 Oktober 2016. 1.46 am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...