Minggu, 16 September 2018

Kemalingan di Jepang

Tadinya saya percaya, Jepang itu negara teraman di dunia. Tadinya...
Saya jadi malas ngunci sepeda, taruh barang sembarangan, ninggalin tas di meja food court dsb. Pokoknya, suka-suka aja.
Pernah ada cerita dari orang Indonesia yang kehilangan sepeda. Bertahun-tahun tak ada kabar dari kepolisian, yasudahlah ya, dia pulang ke Indonesia karena study sudah selesai.
5 tahun kemudian, saat kembali lagi ke Jepang, dapat laporan kalau sepedanya ketemu. Bener lho, masih utuh. Dikembalikan. Si empunya barang malah bingung, lupa. Saking lamanya.
Karena ada nomer polisi. Macam plat nomer motor atau mobil di Indonesia. Wajib tempel di sepeda. Saat beli, sekalian daftar diri, dengan ktp Jepang. Jadi ya ga sembarang orang bisa beli sepeda.
Okelah, itu sesuatu yang memang barang pasif, besar dan kelihatan mata. Lha kalau kasus saya gimana?
Beberapa hari lalu, belanja di Tanoki Koji. Seperti Malioboro-nya Sapporo. Pertokoan berjajar sepanjang kanan kiri. Bentuknya memanjang sampai 7 blok. Semua orang jalan kaki. Sepeda harus dituntun.
Sepeda di parkir depan toko. Saya belanja kacang panjang dan kawan-kawannya. Setengah jam kira-kira. Pas balik ke parkiran, bengong, kaget, degdegan.

Image may contain: 2 people, people walking and outdoor

Bukan, bukan sepeda yang hilang. Si putih masih nangkring di sana. Tapi ada yang aneh. Saya elus-elus. Khawatir salah. Etapi bener kok. Sadelnya bunga-bunga. Kode gembok juga sama.
Sebelumnya, di keranjang sepeda ada 2 bungkusan. Kresek kuning isinya 2 chocobi dan 1 ikat pisang. Kresek putih cuma berisi jeruk, snack sevel dan milktea. Terikat kencang di stang.
Lah, sekarang, cuma ada 1 bungkusan. Duh. Saya celingukan. Berharap nangkep seseorang yang ketahuan makan chocobi atau pisang milik saya?
Tapi ga ada. Semua orang sibuk jalan ke sana kemari. Rame karena sudah sore. Banyak turis. Banyak anak-anak. Lagian ya apa bedanya punya saya dengan yang lain? Kan ga ada nama pemilik.
Mendadak sedih. Lemas. Itu snack impian dari kecil. Baru hari ini ketemu barangnya. Karena memang ga dijual di sembarang tempat. Susah nyarinya. Sekalinya ketemu. Malah hilang.
Tau chocobi? Jajanan kesukaan Shin-chan. Sering muncul di serial Crayon Shin-chan. Bahkan di bungkus kardusnya ada gambar kepala Shin-chan dan buaya ijo lagi mringis.
Saya mengemas belanjaan. Menuntun sepeda menembus keramaian. Lalu mengayuh perlahan. Sambil ngawang-ngawang.
Lapor? Masa makanan dilaporin? Trus nanti pak polisinya bakalan bilang, "Mbak, chocobi-nya ketemu. Kardusnya utuh. Tapi kosong. Karena ditemuin di tong sampah." Hhe. Wagu.
Mau beli lagi, jauh, harus jalan kaki 2 blok, dorong sepeda pula. Lagian sudah terlanjur patah hati. Kapan-kapan saja ke sana lagi. Kalau hatinya selesai diobati. Kan move on juga butuh waktu.
Sebenarnya bukan salah yang ngambil, mungkin dia lapar. Salah saya yang teledor. Karena merasa aman, yakin ga akan pindah tangan.
Mungkin begitu kalau kita sudah merasa nyaman dengan seseorang, sesuatu, jabatan, harta, apapun itu. Karena terlalu merasa aman, tingkat pengamanan melonggar. Kalau sudah kecolongan. Baru sadar.
Kita yang sudah nyaman dan berangan-angan. Berlanjut ke pelaminan. Menghabiskan masa tua bersama. Ternyata hanya dianggap sebatas teman. Selingan. Hiburan dikala dia bosan dengan pekerjaan.
Kita yang sudah merasa mapan. Malas bermimpi apa-apa. Bahagia mempermainkan juniornya. Belanja apapun yang disuka. Hingga lupa, gaji dan posisi hanya tentang waktu saja. Suatu saat berganti. Kembali ke nol lagi.
Paling menakutkan, ahh, tamparan untuk saya sendiri kalau ini.
Yang sering merasa aman dari murka Allah. Lalu santai berbicara semaunya. Tak sadar menyakiti-Nya lewat kata, perbuatan dan prasangka. Hingga lupa, tanpa Sang Pemilik Raga, saya bukan apa-apa.
Sering lalai tapi masih santai. Alasan nanti-nanti padahal kan mati tak tunggu tapi. Apalagi soal hati, yang sering goyah. Kering. Sampai jadi aking. Baru sadar, kalau ternyata kenyamanan memang diperlukan, tapi kalau keterlaluan, uhh.. bisa melenakan.
Nyaman sih, bahagia sih, tapi kok ga dilamar-lamar. Jangan-jangan kitanya nyaman, dianya enggak? Duh Gusti... Paringono ati sing jembar...
Seaman dan senyaman apapun itu, harus tetap dijaga, dirawat, diperhatikan, dibaiki dan disayangi. Nanti nyeseknya kalau sudah diambil orang.
Semacam cinta yang harus tetap dibina. Meski sudah menikah. Punya anak dua. Bukan bersama hanya karena tuntutan tanggung jawab berkeluarga. Tapi juga rasa tak mau kehilangan. Saling membutuhkan.
Yang namanya hubungan, pasti ada sedih, marah, masalah. Ga bisa bahagia terus. Kalau ada, berarti boneka. Ga punya hati dan naluri dasar manusia. Insan perasa.
Tapi kalau sudah cinta, tetap nyaman bagaimanapun kondisinya, kan?
Dan, untuk siapapun yang memakan Chocobi dan pisang itu, semoga sehat, bugar, nyaman, aman, dilindungi Allah dan diberkahi cinta yang memesona.
*Marintha Violeta
Sapporo, 2 Agustus 2018, 22.29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...