Selasa, 25 September 2018

Keajaiban Doa di Ujung Nyawa

Usianya 11 tahun, tertidur lelap di ranjang ruang ICU. Dokter mendiagnosa hidupnya tidak lama. Beberapa bulan, atau hanya hitungan hari. Pasangan muda itu membawanya ke beberapa rumah sakit ternama di sekitar Jakarta dan Jawa Barat.
Tak ada perbaikan hingga berbulan-bulan. Bahkan penyakit pastinya tidak diketahui. Tiba-tiba organ dalamnya tak berfungsi baik. Sakit yang sudah menjalar ke mana-mana. Jantung, paru, ginjal, hati: buruk. Sangat buruk! Hingga memutuskan dirujuk ke rumah sakit kami atas permintaan keluarga. Setelah berpindah belasan rumah sakit, tentunya.
Beberapa kali saya mendapat kesempatan menjaga anak ini. Hal yang membuat tak mampu menahan haru ketika ibunya, dengan kerudung lebar dan senyum melengkung, meminta ijin membimbing anaknya shalat.


Setelah bertayamum, saya bantu menutup tubuhnya dengan selimut. Termasuk menutup rambutnya dengan syal, terkadang selimut tipis.
"Nak, kita shalat maghrib dan isya, ya," kata sang ibu sambil duduk di samping tempat tidur anak itu. Seperti yang biasa ia lakukan. Jam besuk siang untuk shalat subuh dan dhuhur. Sedang jam besuk sore untuk shalat ashar, maghrib dan isya.
Saya keluar ruangan. Memerhatikan dari bilik jendela. Tak mampu menahan air di kelopak. Lihatlah, belalai napas dan juntaian selang-selang itu menjadi saksi. 8 infus itu tak lepas memandangi. Mesin-mesin yang berbunyi itu turut pula mengakui. Di dalam tidur lelapnya, tubuh mungil itu sedang shalat. Setiap napas yang di dorong mesin, ia bergumam. Menyebut namaNya. Melantunkan doa tanpa suara.
"Saya tidak ingin menangis di depannya, Suster. Saya yakin dia kuat. Allah sedang mendekapnya," sahut pemilik wajah teduh itu ketika saya katakan, "Ibu tabah sekali."
Bayangkan, berbulan-bulan buah hatinya berjuang melawan sakit yang entah bermula dari mana. Hanya tergeletak lemah tak berdaya. Wajah pucat dengan mata tertutup rapat. Hingga berminggu-minggu kemudian. Rutinitas itu selalu dilakukan. Shalat bersama ibu. Ayah membaca Al-Qur'an setelahnya. Bahkan kami memberi waktu membimbing shalat di luar jam besuk jika si ibu tak sempat karena mengurus penjenguk yang ramai.
Dan, hal mustahil itu datang. Vonis puluhan dokter terpatahkan. Gadis itu menggerakkan jemarinya. Membuka mata bulatnya. Berbinar-binar. Bercahaya. Selang napas di mulut dilepas. Senyumnya seketika merekah. Selayak mawar segar di pagi yang cerah.
Semuanya membaik. Benar-benar semuanya! Hasil laboratorium, foto rontgen paru dan CT scan kepala memberikan hasil yang mengejutkan. Saat kami memberi tahu keluarga, ibu itu memeluk saya dengan derai air mata. Tangis pertama di depan putrinya. Sang ayah memeluk dokter dengan ratap syukur tak terhingga. Kebahagiaan buncah saat itu juga. Gadis itu berangsur-angsur pulih dan sehat seperti semula. Tapi, bagaimana bisa?
Kejadian ini terjadi 2 tahun yang lalu. Tapi masih mampu merasakan energi doa itu. Ketika masalah tak henti menerjang setiap hari, membanting ke inti bumi, saya hanya menutup mata. Membayangkan seorang ibu menuntun shalat gadis kecilnya. Dan sepersekian detik kemudian, tungku semangat terbakar. Allah bersama kita. Kita yang percaya akan kuasaNya. Menyembuhkan saja mampu, apalagi menyelesaikan segala masalah manusia? Ketika membuka mata, tak terasa, air menganak sungai di pipi.

#odopbatch_6
#tantangan3
#fiksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...