Minggu, 09 September 2018

Cinta dan Luka di Saudi Arabia

"Salah satu jalan menuju gerbang keikhlasan dan mendapatkan kelegaan hati, harus ada racun yang dibuang. Sesakit apapun, seperih apapun. Membawa luka hanya membuat jalan tidak lapang." - Esti Kinasih dalam novel Jingga untuk Matahari 

Klise sebenarnya, siapa yang tidak pernah kecewa, terluka, bahkan bekasnya pun masih menganga? Membawa-bawa perih di ujung-ujung senyum yang dipaksakan. Tawa renyah, tapi hanya topeng penutup sakitnya. Seperti plester yang ditempel dan harus segera diganti dengan tawa selanjutnya.

Mengobati hati bukan perkara mudah. Pikiran tidak tenang. Kecewa dalam. Hingga semua nampak salah di mata kita. Semua salah. Serba salah. Meski nyatanya benar. 

Apalagi soal hati. Yang misterius, sulit ditebak, bahkan sering tak terkendali. Fluktuatif mengikuti mood yang kadang naik gunung atau merosot ke perut bumi.

Saya harus menghela napas berkali-kali untuk hal ini. Lari ke loteng dan mendapati rumah-rumah bercat cokelat muda berjajar rapi. Atau sengaja merebahkan diri hingga yang nampak hanya bintik-bintik yang berserak di kanvas hitam.

"Akan selalu ada harapan. Bintik itu adalah harapan-harapan yang tersedia di depan mata. Lalu untuk alasan apa lagi kita harus menyerah?" Saya mulai menghitung bintang.

Ada seseorang yang membuat saya mengerti, apa itu luka sebenarnya. Luka yang tertoreh sangat dalam.

Ia meminta saya menuliskan kisah hidupnya. Bercerita dengan air mata membanjir. Ahh, mendengarnya saja membuat lemas. Harus ditulis pula?

Ngilu rasanya jika harus membuka memoar lama yang telah berdebu di sudut kamar. Terpisahkan. Tapi enggan hengkang dari ingatan.

Ada pula yang ingin memprasatikan kisah bahagianya. Agar si empunya ingat debaran ketika menjadi pengagum rahasia. Mencinta dalam diam dengan untaian doa. Entah akan melaju ke kisah romantis atau paripurna di atas kertas.

Bukankah ini juga salah satu klasifikasi luka? Jika sampai mati pun si dia tak pernah merasa debaran yang sama. Bahkan bersisian di pelaminan dengan orang lain. Pembalasan indah, bukan?

Kenangan datang dengan pisau tumpulnya. Membelah-belah masa lalu. Memungutnya satu-satu. Memetakan cerita. Melayarkan harapan dahulu. Meski tak tahu akan berlabuh di mana.

Sampai di sini, dadaku penuh aroma prakmantis. Kenangan itu berhembus kencang menghantam malam di balkon rumah. Mengoyak sadis tembikar yang baru ku pasang di dinding masa lalu.

Luka seperti apa yang ingin kau torehkan lagi? Bukankah cinta itu sederhana? Luka pula yang membuat langkah berbeda. Yang selalu berpijak pada tanah yang tak sempurna.

Malam semakin matang. Membuka notes di hp dan mulai menjejalkan deretan kata. Tentang cinta dan luka. Tentang hidup dan mati. Tentang dunia dan seisinya.

Hidup memang menantang, kadang melempar. Menampar. Tapi hidup terlalu megah untuk diakhiri dengan diri sendiri. Bukankah keindahan hidup seringkali ditemukan dalam pilu?

Aku menekan tuts-tuts itu lagi dengan rasa pekat tersekat. Menulis pun kadang bisa menusuk ulu hati seperti sekarang ini. Lalu kau bisa temukan aku mematut air yang menggeliat di pipi.

Aku menulis untuk membunuh malam.
Aku menulis untuk membaca kehidupan.
Aku menulis untuk membuang racun.
Aku menulis untuk bersyukur.
Aku menulis untuk menggali hati. 
Aku menulis untuk melepaskan air mata.

Aku menulis untuk orang-orang yang telah menyentuh hatiku. Kehangatan keluarga yang telah menghangatkanku. Alam sekitar yang menyegarkan perjalananku. 

Aku menulis untuk mama dan papa.
Yang membuatku selalu percaya akan ada keajaiban dalam bait kata. Menumbuhkan keberanian dalam kalut kehidupan. Yang mengajariku menyembuhkan luka dengan cinta.

Lewat tulisan ini juga, aku ingin kembali berkaca. Sudah jernihkah cintaku untuk orang-orang yang telah menguatkan perjalanan hidup ini? Sebelum diriku usang dan menghilang. Sebelum namaku tertera di batu nisan.

*Violeta 
Jeddah, KSA. 26 Februari 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...