Sabtu, 29 September 2018

Sulitnya ke Jepang!

"Maaf, delay 2 jam bla bla bla...," petugas maskapai woro-woro. Uhhm, baiklah, mari kita bobok cantik di Bandara Ahmad Yani Semarang. Tentu setelah diberi satu botol air mineral dan roti O sebagai ganti rugi.

Jam 11 siang, suara mbak imut mengaung lagi, "Maaf, karena turbin pesawat bermasalah, maka ada pergantian pesawat. Akan diberangkatkan jam tujuh be bla bla bla.." hah!! Jam berapa tadi?!

Belum sempat saya mencerna kalimat, situasi sudah caos. Turis india berteriak protes. Ibu-ibu maju ke depan podium, mengambil alih mic, the power of emak keluar. Bapak-bapak mengacung-acung jari, muntah sumpah serapah.

Di belakang lebih parah lagi. 2 petugas dikeroyok massa yang minta pertanggungjawaban. Dari cancel, refund, hingga caci maki menggebrak meja. Saya masih celingukan, dari mahasiswa di sebelah, dengar kalau delay sampai jam 12.20 siang. Loh, mundur 1 jam kok sampai kisruh?

Di antara hiruk pikuk international waiting room mbak imut teriak, "TUJUH BELAS DUA PULUH! SETENGAH ENAM SORE!!"

Hahh!! Jadwal terbang jam 9 pagi bisa mundur 8 jam begitu! Istigfar.. istigfar..

Langsung menghubungi kelurga dan Mbak Dewi yang sudah janjian di Kuala Lumpur International Airport. Memintanya pulang saja.

Setelah suasana mendingin, saya minta kejelasan karena penerbangan selanjutnya berjarak 2,5 jam, karena toh di Malaysia hanya transit. Petugas meminta saya mengajukan surat delay di customer service. Kalau-kalau tertinggal pesawat. Mereka bisa memasukkan saya ke pesawat esoknya, gratis.

Dan ya, saya tak mau ribut. Bersyukur malah, kerusakan turbin terdeteksi di awal. Ga kebayang kalau kipasnya tiba-tiba mati saat melintas laut. Ambyaarr!!

Pula tak mau berada di ruang itu lebih lama. Setelah ke CS, saya pamit pulang. Oh ya, buat kalian yang mau meninggalkan bandara, lapor saja ke petugas. Mereka akan mencatat data diri, no hp dan nomer tiket. Kalau ada perubahan jadwal, akan dihubungi.

Lalu minta surat delay bagi connecting flight dan yang punya travel insurance. Saya juga check in tiket Malaysia - Jepang di Semarang, sayang untuk bagasi harus tetap keluar di Kuala Lumpur karena tidak booking connecting flight.

Nah, masalahnya, saya hanya punya waktu 1 jam untuk keluar imigrasi, antri bagasi, dan check in ulang. Saya belum pernah ke Malaysia, otomatis tak paham rutenya. Tapi mengingat dulu pernah ditahan imigrasi Jeddah 3 jam dan nyasar di Bandara Paris membuat kepala berkedut.

Dari petugas maskapai, menjelaskan dengan bijak dan lembut, bahwa, saya HARUS LARI KARENA KUALA LUMPUR AIRPORT BESAARR SEKALI!! Butuh setidaknya 30 menit untuk sampai di imigrasi. 30 menit untuk antri bagasi. Lalu 15 menit menuju check in counter di lantai tiga.

Pesan yang sangat mengharukan. Langsung lemass!! Pie nek aku kesandung trus gulung-gulung, check in udah ditutup, pesawat ke jepang udah lepas landass?!

Oke, baiklah, tarik napas (sambil mewek). Kalau seumpama telat, atau ditahan imigrasi, toh sudah punya boarding pass ke Jepang (saya aja tapi, kopernya belum).

Kemungkinan pertama, koper dibuang di Malaysia, saya terbang sendiri. Kedua, saya dan koper sama-sama dibuang di Malaysia. Ketiga, saya masuk di roda pesawat biar ga ketahuan ga punya tiket bagasi. Keempat, pulang dengan lapang dada trus nonton doraemon sampai mabok.

Sungguh pilihan yang sangat waras.

Di pesawat Semarang - Kuala Lumpur, buka Quran, baca yassin. Mengikhlaskan ditinggal pesawat ke Jepang ternyata tidak mudah. Tapi jika itu kehendak Pemilik Rencana, manusia bisa apa?

Semarang mulai hilang dari kejauhan, perlahan tertutup awan, diganti pekat tumpukan mendung di atas Laut Jawa. Pesawat berguncang. Saya sesegukan.

21.40 pesawat mendarat di KLIA 2. Jam 22.30 konter check in tutup. Waktu saya hanya 50 menit. Ya Robbiii!!! Tubuh bergetar hebat. Bagaimana kalau gagal?!

Pramugara syok saat tahu posisi saya. "Jauh! Tau ke bandara ni besar? Tak ade waktu!"

Uhh, baiklah, siapkan kuda-kuda, posisikan ransel 8 kilo di punggung dan tas selempang di pundak 2 kilo, lariiiii!!!

Gedungnya serius besar. Mirip Bandara Dubai, banyak tikungan, berkelok-kelok lorong, sayang tak ada waktu mandangin furniture, karpet warna-warni dan hiasan dinding. Kecuali papan arah menuju bagasi.

Lari, naik eskalator, lari, celingak celinguk, lari, turun eskalator, lari lagi, lihat pesawat take off, lari lagi, nangis, lari lagi, nangis lagi, lagi dan lagi. Kok gak nyampe nyampe siih!!!

Setelah napas satu dua, sampailah di gerbang imigrasi. Huahhh... jantung melorot ke perut. Sisa 30 menit!! Kyakkk!!

Imigrasi terlewati, dengan pesan si bapak yang aduhai, "Lain kali ambil connecting flight. Tak taulah dapat tak ko kejar pesawatnye. Menurut saye sih tak, lari saje. Besar kali tempat ni."

Hiks, optimis kali si bapak. Tak tau apa dari tadi juga lari sampe sakit kaki ni. Punggung nyut-nyut pulak, kaya gendong Upin Ipin. Nyeret koper 19 kilo. Pontang panting lihat tanda arah. Nyalip orang-orang lalu lalang. Sampai teriakin orang Jepang biar bukain lift-nya lagi.

Tapi syukurlah, bisa check in 15 menit sebelum ditutup. Engap. Lemas. Pasrah. Cuma duduk 10 menit di waiting room di gate P8 sebelum petugas ganteng teriak, "Boarding!! Boarding!!"

Mata saya basah, lagi. Hati mencelos. Alhamdulillah tak harus membuang koper, atau yang paling naas, menclok di roda pesawat.


Perjalanan itu jelas lebih berharga, dari pada naik pesawat pribadi. Karena di mulut tak lepas dengan dzikir, pikiran terkoneksi pada Yang Kuasa.

Banyak yang melihat keberuntungan. Melirik yang menyenangkan. Kalimat, "Enak banget sih di Jepang, Mbak!" Rasanya hanya akan tertahan di kerongkongan kalau tau perjalanan ke sini bertaruh mati.

Saya, bisa saja menggelandang di Malaysia, jadi TKW ilegal, ditangkap polisi karena tak ada ongkos. Saya, bisa saja dimakan hiu jika turbin pesawat ngambek di atas udara. Pulang tinggal nama.

Percayalah, semua ada prosesnya. Pun saat bertemu suami di gerbang kedatangan Bandara Chitose, Hokkaido. Langsung speechless.

Terima kasih pada Pemilik Semesta, mengizinkan kami bersua. Keluarga yang tidak henti berdoa atas perjalanan menegangkan saya. Suami yang menunggu berjam-jam di bandara, nyaris hopeless kalau saya kena random check dan di deportasi karena tak kunjung keluar.

Dan Airasia yang memberikan pengalaman warbiyazah. Bagaimanapun, saya salut dengan profesionalitas dan tanggung jawab pada penumpang. Paket Mcdonald's untuk ganti rugi saya santap di langit Osaka.

Jepang, mari kita rayakan. Sulitnya terbayarkan.

Ternyata, berdiri dengan tangan digenggam suami di bawah guyuran salju itu kebahagiaan yang tak terlukiskan, dingin, tapi hangat. Seperti didekap milyaran malaikat mungil bersayap putih. Menggetarkan.

Long distance marriage selalu indah saat kita tahu, home is where the heart is.

Karena tak ada yang salah dengan perpisahan, saat masing-masing dari kita percaya, akan selalu ada waktu untuk bertemu. Meski tidak mudah, meski penuh rintang. Tapi bersama, semua terasa istimewa.

*Violeta
Sapporo, Jepang, 22 Januari 2018. 10.30 am. Diantara salju, dan cintaMu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...