Minggu, 16 September 2018

Perawat Homecare kok Jalan-jalan!!

Image may contain: Marintha Violeta, smiling, sky and outdoor
"Jauh-jauh keluar negeri cuma nge-homecare. Yang berkelas dong. Ke rumah sakit internasional gitu."
Pedes ya? Sadisnya lagi, yang bilang begitu itu malah dari kubu perawat sendiri.
Iya sih. Perawat homecare tuh cupu banget. Cuma stay di rumah ngurus pasien. Ga bisa jalan-jalan. Ga bisa nongkrong. Ga bisa bebas pulang kerja mampir ke mana aja. Apalagi kerjanya 24 jam. Kan ngeselin.
Parahnya nih, bertahun-tahun kerja ga dapet sertifikat. Duh, jangankan surat pengalaman, tercatat sebagai karyawan aja enggak. Entah pula termaktub di kontrak kerja perusahaan yang bawa atau tidak. Lha ndilalah, perusahaan yang berangkatin dulu kok ya malah bangkrut. Tutup.
Sedihnya lagi ga bisa naik pangkat, pindah ruangan, atau protes kenaikan gaji. Lha saya cuma di rumah kok. Ngapain naik gaji segala. Kompetensi ya gitu-gitu. Ga ada pelatihan yang mengharuskan upgrade ilmu. Pemanasan EKG? Refreshing ventilator? ACLS? CWCCA?
Mereka ga akan tanya, sertifikat saya apa. Yang penting ada luka ya harus bisa ngatasin. Pasien pusing harus langsung didatengin. Cek tensi dan gula darah. Yang paling minimal.
Makanya, homecare ini ga dilirik. Ga sekeren perawat SOS yang bisa naik helikopter. Yakin.
Malahan ada yang bilang, "ihh, jadi perawat sendirian di rumah, ga takut diapa-apain, mbak?" Lho, malahan perawat yang bisa ngapa-ngapain. Naikin dosis insulin seenak jidat? Cuma dalam hitungan menit gula darah anjlok, pasien pingsan atau malah bablas.
Sekarang itu, ruang gerak perawat seluas Samudra Hindia. Dari mantri sunat sampai pejabat. Dari puskesmas, sampai konsultan kesehatan di perusahaan kelas kakap.
Dari penjaga keselamatan di jalan tol sampai tim medis Bandara. Jangan kaget kalau ketemu perawat di konser Lady Gaga atau pertandingan sepak bola dunia.
Pendapatan perawat itu setinggi Gunung Himalaya. Ada perawat Indonesia gajinya 40 juta perbulan di Kuwait. Itu baru Timur Tengah. Yang Amerika, Eropa, Jepang, dan daratan negara lainnya, yakin ga mau tau?
Come on! This is our profession. Bahagialah karena itu. Dan berhentilah men-judge bidang yang satu lebih baik dari yang lain. Yang kerja di rumah sakit lebih perfect dari yang di rumah atau panti rehabilitasi. Setiap tempat butuh keahlian masing-masing, kok.
Berhenti pula merasa kecil hanya karena lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar sempit. Rezeki Allah tersebar di jagat raya, lho. Jangan lemah hanya karena ilmu belum seberapa. Yang profesional pun dimulai dari seorang amatiran. Ya tapi jangan merasa sok tahu sampai sulit diberitahu.
"Think big if you want to be big."
Ada banyak jalan menuju Paris, eh, Roma. Salah satunya lewat profesi yang dulu disesali ini. Pilihan orang tua? Desakan saudara? Terpaksa?
Dulu, saya benci jadi perawat. Padahal, benci dan cinta hanya terpisah seutas benang. Mencari pembenaran dalam setiap proses seperti menyulam angin, hilang tanpa bekas. Membuktikan takdir Tuhan seperti berdiri di lumpur hidup. Semakin dijejak, semakin tenggelam.
Kata Iwan Setyawan, "Hidup adalah perjalanan untuk membangun rumah untuk hati. Mencari penutup lubang-lubang kekecewaan, penderitaan, ketidakpastian dan keraguan. Akan penuh dengan perjuangan. Dan itu akan membuat rumah indah."
Jika kamu bukan perawat, cintai apapun profesimu sekarang. Jika kamu perawat, kau telah jatuh cinta di jalan yang tepat.
Maka siapa bisa memprediksi bila si perawat homecare cupu bisa sampai ke kota paling romantis. Yang katanya summer tapi hujan setiap hari.
"Impian harus menyala dengan apapun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun retak-retak." - buku 9 Summers 10 Autumns.
Perawat, adalah rumah yang penuh luka. Tapi saya cinta.
*Violeta
Paris, Perancis, 1 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...