Minggu, 28 Oktober 2018

Di Mekkah, Aku Jatuh Cinta

Mecca masih menyelipkan berlembar-lembar rasa. Tentang kehidupan, kesederhanaan dan cinta. Mengajarkanku bahwa tak ada lagi yang dapat dikejar selain akhirat itu sendiri. Masa depan yang pasti.

Setiap manusia selalu ingin berkelana. Menjelajah bumi. Menjejakkan kaki ke tanah-tanah hijau tanpa penghuni. Pun juga pucuk gunung-gunung tertinggi. Lalu mengabarkan pada angin dan serumpun edelweiss yang berterbangan. "Lihatlah! Aku telah sampai di titik ini!"

Mengejar cinta hingga jauh ke negeri-negeri ujung tak pelak jadi motivasi. Hingga merebahkan diri di pulau-pulau berpohon kelapa dua cabang. Merayap di atas timbunan salju yang perlahan menipis. Atau justru tertatih dipanasnya gurun pasir tanpa oase.

Aku masih tak mampu berkata-kata ketika langkah mendekatiNya. Menyusup diantara milyaran kepongahan dunia. Bumi yang sedang dilahap politik dan perebutan kekuasaan. Mencicir sekelompok plankton yang mencicit di tepi kota. Perusak pemandangan, katanya.

Ahh. Aku ingin rehat sejenak. Menghirup wangi Mecca. Menjejalkan aroma zam-zam di jantungku. Lalu mengepakkan sayap seperti merpati-merpati penghuni Mecca menyongsong petang.

Menggapai cinta ternyata semudah ini. Ketika menyelam ke dalam diri. Bertekuk lutut atas semua nikmat yang Ia beri. Apalagi yang sanggup aku minta jika Ia telah suguhkan semuanya? Cinta. Cinta. Dan cinta.

Bumi bertawaf. Semesta bersujud. Alam mendengungkan asmaul husna.

Cinta yang tak mampu aku balas dengan seluruh hidup dan nyawaku.

Hingga waktu menggiring langkah menuju muara yang selalu bertasbih. Di halte pemberhentian hidup. Kembali ke asal muasal stasiun kedatangan.

*Violeta 


Jeddah, KSA. 18 September 2016. 6.54 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...