Rabu, 10 Oktober 2018

Maha Benar Perawat dengan Segala Dalil Kesehatannya

Kalau ada caption “perawat mantu idaman” magrong-magrong di baliho balaikota, tolong jangan langsung percaya. Karena, itu cuma akal-akalan biar para perawat jomblo menghibur diri. Ya to, dengan membanggakan profesinya. Lha siapa lagi yang bakal percaya kalau bukan si tokoh utama. Apa mungkin tulisan itu di screenshot terus dikirim ke calon mertua? Wani ngeri! Kok nggak pernah dengar ada nasihat,“Nduk, kamu itu mandi, dandan rapi, pakai minyak wangi, biar ketemu jodoh perawat, sehat lahir batin, selamat dunia akhirat.”

Di balik kengerian integritas profesi zaman now, ada kisah nyata keasliannya, Teko dan Cangkir. “Pasangan serasi,” kata Wajan dan Teflon. Teko ini termasuk lelaki tulen nan bersahaja di Negara Kesatuan Republik Dapur. Sebagai seorang yang diberkahi untuk menyimpan air minum, cocok dan pas saat bersanding dengan Cangkir yang keminyis dan agamis. Bentuknya yang aduhai selalu membuat yang memegangnya bernafsu. Nafsu minum dari bibirnya. Iya, bibir cangkirnya, wong dia itu tadah air dari tuangan si Teko. Pokoknya, Teko sama Cangkir itu saling melengkapi dan bikin iri.

Tapi ternyata, Teko tak sebahagia yang Wajan pikirkan. Apalagi Kangmas Cowek yang ndepipis di pojokan, antara ada dan tiada sejak ada Mr. Blender, dipakai kalau butuh. Aroma semlenget lombok terasi menyeruak meski sudah dicuci ribuan kali. Terasinya yang nyegrak, bikin pasangannya ciut nyali, cilik, tidak bisa menyamai keperkasaan Kangmas Cowek, siapa lagi kalau bukan Mbakyu Ulekan.

Cangkir, dengan tubuh syahdunya bikin Teko kemecer. Itu lho, nyengar-nyengir meh ngiler tapi ditahan. Sayangnya langsung kandas saat Cangkir mengatakan, “Mas, sikat gigi nggak?”

Teko nelen ludah, ngangguk aja. Karena buru-buru, bangun tidur langsung jemput Cangkir habis dinas malam. Sampai lupa cuci muka.

Cangkir melotot, “owalah, ternyata dari njenengan, to. Sikat gigi itu penting. Minimal sehari 2 kali. Kalau pas makan pete sama jengkol ya ditambah lagi. Terus nyikatnya bentuk lingkaran, nggak cuma asal gosok nuntasin kewajiban. Biar kuman-kumannya di gigi belakang keangkat. Tau nggak to Mas, mulut kita itu gerbang pertama penyakit. Lha makanan kan masuk mulut dulu baru diolah ke lambung. Jadi nyikat giginya ya harus sregep lan bener.”

Teko sudah mengkeret. Tau benar dia, kalau Cangkir sudah ceramah, dalil kesehatan bakalan keluar. Jelas, lha wong Cangkir itu perawat teladan di Desa Rak-Rakan Piring.

Lagian ini bukan kali pertama. Setiap apel, nonton bioskop, makan di warung, eh, Cangkir nggak bisa diajak di sembarang warung. Harus pasti ke-higienis-annya. Kalau perlu yang tanpa debu, sarang laba-laba, pelayannya wangi dan kolong mejanya bebas dari tumpukan plastik bekas bungkus kerupuk yang dibuang sembarangan. Kalau perlu itu lantai harus licin. Dipel tiap jam.

Katanya biar nggak ada lalat. Lalat itu kan bisa nemplok di mana saja. Nah, kalau dia habis hinggap di lantai, trus menclok di bakso yang semerbak wangi dengkul sapi, Cangkir bakalan histeris, “lalat sumber penyakit myiasis, dia bawa belatung ordo Dipter sub-ordo Cyclorrapha di kaki-kakinya, sekarang baksoku digerayangi telur larva!” Setelahnya, menobatkan warung itu masuk daftar blacklist yang tidak akan dikunjungi di kencan selanjutnya, kalau perlu selamanya.

Yang bikin Teko ngelus dada, harus nyari tempat yang tidak ada perokoknya. Weallah, kalau ini jian bikin kalang kabut. Lha tiap di Taman Tirto Agung, ada yang ngerokok. Makan di lesehan penyet Tembalang, banyak yang nyulut rokok. Malah disediain asbak buat para pejuang isap. Adu kuat. Jadi mau nggak mau ya mesti nongkrong di pujasera Ciputra Mall, Simpang Lima. Kalau di resto Jepang yang jlentreh di sepanjang lantai 3 itu dompet Teko yang kembang kempis. Lagian sejak kapan Semarang bebas asap rokok? Nasibmu Ko, Teko.

“Kita emang nggak ngerokok. Tapi kalau deket orang yang lagi ngerokok, kita jadi tergolong perokok pasif. Karena nikotin nggak cuma masuk ke paru-paru si perokok, tapi juga ke paru-paru kita yang ngehirup asapnya.”

Blaik, Teko sudah keringatan. Bukan, bukan tentang ceramahnya barusan. Tapi pertanyaan selanjutnya yang nyerempet mepet perkara. “Mas Teko nggak ngerokok, kan?”

“Nggaklah, Sayang. Kan ngerokok nggak sehat. Bukan cuma ngerusak paru-paru, tapi juga hubungan kita.” Pfiuuhh… Semoga Cangkir percaya gombalan Teko barusan.

Karena setelahnya akan merembet, “awas ya, bakal aku ambil pankreasmu!”

Wajan dan Teflon ngakak guling-guling saat Teko cerita. Mereka malah yang paling bahagia. Terlebih karena akhir-akhir ini Cangkir sedang uring-uringan. Hubungan mereka makin runyam. Katanya sih, gegara salah satu pasien habis digigit lebah.

“Sudahlah, Dek Cangkir. Yang digigit lebah kan pasien. Kok kamunya yang cemberut.”

“Mas Teko nggak pengertian banget, sih! Dia itu punya diabetes. Mas tau nggak sih bahayanya penderita diebet kalau ada luka? Susah sembuhnya. Awalnya kecil, sepele, dibiarin malah jadi bernanah, dagingnya busuk, terus organnya mati. Itu tuh yang bikin kakinya diamputasi. Gimana aku nggak khawatir coba?”

Teko menatap kerutan di dahi kekasihnya itu, “ya tapi kan kita lagi kencan. Masa yang dibahas pasien mulu. Bahas kitanya kapan?”

“Ya Allah, Mas. Aku itu perawat. Sudah disumpah. Atas nama bangsa dan negara. Harus menomorsatukan pasien. Sumpah langsung ke Allah loh itu. Dosa besar kalau nelantarin pasien. Lagian ya…”

Tring… tring… HP Cangkir bunyi. “Hallo, assalamualaikum. Ya.. iya.. Saya ke sana sekarang. Iya.” HP dijejalkan ke dalam tas dan secepat kilat menyambar jeruk hangat. “Aku ke rumah pasien dulu. Yang digigit lebah itu. Katanya, lukanya sakit banget, makin bengkak.”

“Loh, Dek. Kan baksonya baru dateng. Makan dulu.”

“Buat mas aja. Ada tugas negara sekarang. Oh ya, sambelnya jangan kebanyakan, nanti diare. Sawinya dihabisin, harus banyak makan sayur buat netralisir lemak.” Ingin rasanya Teko memakan bakso langsung dengan mangkoknya. Apes bener punya pacar perawat. Sudah ditinggal pergi, pesannya banyak.

Tapi tak bisa dipungkiri, yang begini ini yang bikin Teko jatuh hati. Kasih sayang Cangkir buat jantung Teko sungsang. Sama pesien saja sabar, telaten dan diurus bener-bener, apalagi sama suami dan anak-anak, waduh, betapa beruntungnya. Meski miris, penghormatan perawat pada profesi tak sejalan dengan yang didapat. Sebagai perawat honorer di Puskesmas Rak-Rakan Kidul, gaji Cangkir tak lebih dari 500 ribu rupiah perbulan. Itu pun selalu nunggak.

Terkadang Teko telan bulat-bulat dalil Cangkir tentang kesehatan. Teko yakin, itu semua demi kebaikan dirinya. Yem-ngayem diri sendiri saja. Yang jelas, Teko tidak khawatir tentang masa depannya nanti dengan Cangkir.  

Hahh, hidup itu kan ya selalu sejodo, stetoskop dengan tensi, infus dengan cairan infus, jarum suntik dan yang disuntik, Teko dan Cangkir, perawat dan malaikat tanpa sayap. Menjadi prihatin itu kalau harus sadar diri, pelik dan dalil-dalil kesehatan itu juga nyatanya diterima setiap hari. Wong saya dan suami sama-sama perawat. Sungguh rumah tangga yang penuh dalil maha sehat!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...