Minggu, 07 Oktober 2018

Naik Emirates, Karunia atau Bencana?

Terbang dari Arab Saudi - Dubai - Jakarta dengan Emirates dan gratis? Such a crazy thing, ever!!

Mlongo aja gitu pas tau itu pesawat 2 lantai. Mana guede banget. Lah, syok, berasa masuk ke gedung wisuda dengan kursi berderet lengkap dengan tv di depan masing-masing kursi.

Mana pilih kursi semau saya pas lagi check in. Waktu itu request : "Agak ke depan tapi ga depan banget, deket pintu emergency, mepet jendela dan ga di atas sayap." Then, they did!! The best view!!

TV juga ga ala kadar. Semua film ada! Dari yang lawas banget sampai yang barusan keluar dari bioskop. Headset-nya jernih. Dilapisi busa pula. Jadi ya ga khawatir kalau itu bekas dipakai orang karena busanya bisa diganti.

Soal makanan? Aduh... Saya sampai harus nolak-nolak. Jadi ya perjalanan Dubai - Jakarta yang 8 jam 25 menit itu kalau gak makan, ya makan.

Saat masuk. Kita sudah diberi daftar menu. Ada pilihan beberapa makanan lengkap dengan deretan lauk, sayur dan dessert. Nasi, roti atau apapun. Disitu juga sudah tercantum snack dan jenis-jenis minuman.

Baru lepas landas langsung ditawarin minum. Beberapa menit kemudian makan, lalu snack, lalu makan lagi, lalu minum lagi, snack. Gitu aja terus. Bahkan lagi tidur juga dibangunin, lho. Ga langsung dilewatin gitu aja kaya maskapai yang lain-lain. Kecuali memang pasang tulisan di depan kursi : "Don't disturb", beneran ga akan diganggu.

Bahagianya lagi, 2 kursi di samping kosong melompong ga ada penumpang. Jadi, huaaa.. bisa bobok shyantiikk. Dengan 3 bantal, 3 selimut dan 3 TV menyala (1 TV menampilkan radar posisi pesawat, 1 lagi untuk tampilan kamera dari depan moncong pesawat, dan 1 TV lainnya untuk musik klasik). Bantal empuk, selimut super lembut, makanan enak. Huaa..

Sayangnya itu tak bertahan lama, karena menjadi penerbangan paling ekstrim dan terlama yang pernah saya alami.



Baru beberapa jam perjalanan, petir menyambar-nyambar. Hujan gede. Alarm bahaya aktif terus. Tiap jam pramugari keliling bangunin kita-kita yang lagi bobok untuk bangun, duduk dengan posisi sempurna dan pasang sabuk pengaman.

Membuka semua tirai jendela. Menegakkan sandaran kursi. Ga boleh jalan-jalan. Apalagi ke toilet. Dilarang keras.

Pak pilot bahkan berkali-kali mengumumkan ada badai di depan. Silakan berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Suasana mencekam. Tidak ada suara apapun selain riuh rendah bacaan doa masing-masing. Saya lihat radar di TV, posisi pesawat di tengah-tengah Laut Arab. Tengah malam. Gelap gulita.

Badan pesawat bergetar kuat. Seperti gempa tapi tak bisa lari ke mana-mana. Pesawat mulai naik-turun secara cepat. Manuver kanan-kiri mencoba menghindari petir dan gumpalan awan hitam, saya lihat di TV yang merekam kamera dari moncong pesawat.

Setengah jam tenang. Lalu badai lagi. Pesawat tiba-tiba menukik ke bawah. Naik lagi. Miring kanan. Miring kiri. Bergoncang kuat. Berdoa lagi. Senyap lagi.

Memang.. Emirates menjadi maskapai nomor 1 dunia. Tapi percayalah, kekuasaan sang Maha Pemilik tak bisa dikalahkan oleh siapapun.

Maskapai sebesar itu, tetap kecil bagi Allah. Tetap tak ada apa-apanya. Pilot handal dan maskapai terbaik menjamin keselamatan penumpang? No, Dear.

Mereka melakukan sebatas kemahirannya dalam bekerja. Kepiawaian dalam memberikan fasilitas nomer wahid. Ujung-ujungnya, ya tetap doa dan kepasrahan manusia pada qodo dan qodar-Nya.

Jadi, kalau pas lagi kesel, sebel, atau galau apalah-apalah, saya cuma akan duduk. Merem. Inget-inget saat penerbangan emitares itu. Gocangan pesawat, kilatan petir sahut menyahut di samping jendela dan teriakan doa orang-orang yang ketakutan.

Saat itu saya hanya ingin pulang, bertemu keluarga, melihat tawa mama di pintu kedatangan bandara, setelah bertahun-tahun di negeri orang. Bukan pulang, dari berita duka di TV swasta. Masuk rentetan daftar korban dalam bencana. Hilang di tengah samudra.

Mengerikan. Sangat mengerikan.

Lalu kini saya hanya akan diam. Percayalah, kita tak akan berusaha melakukan sesuatu yang buruk bila pernah berada dalam situasi yang tak bisa memilih antara hidup dan mati.

Saat itu, kami semua, turun dari pesawat dengan lega, bahagia. Meninggalkan mual, pusing dan trauma. Maha kuasa Allah dengan segala cinta dan karunia.

Laa haula wa laa quawwata illaa billah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...