Rabu, 10 Oktober 2018

Perkenalkan, Nama Saya Ungu.

Hei! Jangan tertawa, ini serius. Nama saya Ungu. Iya, ungu.. U-N-G-U!!

Geram sekali rasanya ketika menyebutkan nama di luar negeri. Banyak yang melongo, atau terang-terangan tertawa lalu menimpal balik, “Ungu? Cocok sekali, nama saya Biru!”

Saat pertama datang, sering didapati penyebutan nama yang kisruh. Alih-alih memanggil Vio, mereka justru menyebut Vito, Vibo, Viko, Vilo, paling parah : Pillow!! (read: bantal)

Apalagi perbedaan pronounciation. ‘Vio’ dalam logat inggris terbaca: Vaiyo. Jadi jika saya mengucap ‘vi-yo’, kening mereka mengernyit. Ketika di-spelling ‘Vi-ai-o’, mulut menganga semakin lebar. “Itu nama atau bahasa latin spesies kadal terbaru?” mungkin begitu batin mereka.

Hingga akhirnya memperkenalkan diri dengan ‘Violet’, jika masih bertanya, maka langsung saya sebut : “Purple, yes, My name is Purple!!” Puas?

Tak hanya nama Indonesia yang sulit diucap di sini. Arab Saudi juga memiliki nama panggilan unik. Misalnya seperti Fatimah, maka panggilan imutnya: Fatuma, Fetum, Pettu, atau Tuma.

Aliya menjadi Alya, Lili, atau Lia

Abdurrahman, menjadi Abud atau Abuddi.

Hassan, menjadi Hasuni, Hasun, atau Nunu.

Itu semua hanya panggilan. Jadi jika di supermarket kalian mendengar ada seorang ibu memanggil anaknya, “ta’al ya Nunu!” (read: kemari Nunu!) bisa dipastikan nama anak itu di akte adalah Hassan. Karena pamali sekali jika anak keturunan Arab bernama Alexander, atau Lady Gaga.

Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda: “Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).


Uniknya pula, keluarga Arab selalu menduplikat nama mereka. Pasien saya misalnya, namanya Aliya, maka salah satu nama anaknya adalah Aliya. Cucunya pun ada yang bernama Aliya. Cicitnya juga bernama Aliya.

Maka dalam satu keluarga besar, minimal 4 sampai 5 orang bernama sama.

Dalam sebuah hadits shahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka dahulu suka memakai nama para nabi dan orang-orang shalih yang hidup sebelum mereka.” (HR. Muslim no. 2135)
Pusingnya kalau ada yang teriak, “ta’ali ya Aliya!!” Nah, Aliya yang mana? Dijamin semua noleh.

Itu sebabnya, meski sama, mereka membuat nama imut-imut. Dengan adil dibagi menjadi Alya, Lili, lia, Luli, Lula. Hahaa… pertama kali saya tahu ini, geli sekali. Seperti kehabisan stock nama saja. Lain kali, jika ada bayi lahir, bisa saya sodorkan nama prestigues Indonesia, Mukidi dan Markonah!

Saat berada di Mekkah, pernah terbengong-bengong. Ada orang teriak, “Aisyah!! Aisyah!!” nah, merasa bukan nama saya, ya lempeng saja jalan. Eh ternyata orang itu mau ngasih barang saya yang jatuh. Karena tak tahu nama, maka keluarlah panggilan Aisyah itu.

Ternyata, sudah menjadi rahasia umum jika panggilan Aisyah disematkan pada perempuan muda, (berarti saya masih muda. hahaaa) Kadijah untuk ibu-ibu, dan Muhammad untuk laki-laki muda maupun tua.

Jadi, jika di barat sana tenar sekali mengatakan, “Hey, You!! Come here!” atau di Indonesia menjadi, “Heii!! Mbak!! Mbak!!” atau “Neng! Eneng!!” saat di sunda, maka di sini, namamu bisa naik beberapa tingkat setara istri nabi Muhammad.

Tak perlu bingung lagi jika ingin membeli sesuatu di toko. Saat butuh sesuatu, cukup teriak, “Ya Muhammad!!” Dijamin semua lelaki di situ akan menoleh ke arahmu. Bukan! Bukan PDKT! Tapi itu menjadi panggilan terhormat juga. Nama Rasulullah saw kan. Nah, setelahnya, tinggal tunjuk deh, Muhammad mana yang kamu panggil tadi. Tenang saja, tak perlu sungkan atau malu, yang merasa tak terpanggil akan pergi sendiri. Karena begitulah adab di sini.

Jangan pula sampai memanggil Hey, Woi, Oi, atau sejenisnya. Bisa didamprat kamu nanti. Minimal, panggillah dalam bahasa Inggris, meskipun kemampuan bahasa Inggris lawan bicara minimal, mereka tetap paham kok bila kita panggil dengan, Sister, Mom, Mister atau Sir.

Kalau ingin kelihatan waw lagi, bila papasan di jalan, atau saat melihat barang mereka jatuh, dan ingin mengembalikan, panggil saja Madam, untuk ibu. Ami atau abuya, untuk bapak. Dijamin, mereka akan menoleh.

Begitulah, setiap tempat selalu ada seninya. Nama saya yang tak pernah bisa dihafal orang Arab juga membuat gemas-gemas geli. Tapi usaha mereka untuk memanggil dengan nama apapun tetap saya hargai. Bagaiamana pun, mereka tidak terbiasa.

Sama seperti kita yang tak terbiasa menyebut Daniel hingga bermetamorfosis menjadi Didin, James jadi Joko, Jonathan jadi Jono, Mariah Carey jadi Markonah.

Tapi apapun itu, nama adalah doa dan harapan. Menjadi sebuah impian yang ingin dilambungkan setara kebahagiaan meminang tawa mungil buah hati. Nama Violet yang saya emban ini bukan serta merta karena warna janda atau papa terdaftar menjadi Cliquers, penggemar grup band Ungu. Bukan pula Mama yang termehek-mehek dengan akting Dian Sastro di UnguViolet.

Tapi karena sinar ultraviolet yang telah menyelamatkan hidup saya di usia 3 hari. Ya, jika saja dilahirkan di desa terpencil jauh dari fasilitas medis, bukan tidak mungkin nama Marintha Violeta telah tertulis di batu nisan.

Pesan saja, sebagai korban nama yang sering dilupakan, jika nanti kamu menikah, Mblo. Buatlah nama yang mudah diingat. Kasihan petugas catatan sipil yang sudah pakai kacamata berlapis kalau anakmu nanti namanya Mimi, lengkapnya: Miemie Budtuh kaciehchayang!

Kasihan juga calon pendampingnya harus menyebut nama itu di depan penghulu. Bisa patah lidahnya.

Tapi ya tidak usah memikirkan nama anak buru-buru, cari penghulu, eh, pendampingnya dulu.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kamu akan diseru/dipanggil pada hari Kiamat nanti dengan nama-nama kamu dan juga nama bapa-bapa kamu, maka perelokkanlah nama-nama kamu.” (Riwayat Imam Abu Daud dari Abu Dardak r.a.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...