Minggu, 28 Oktober 2018

Menjelma Karang

Ia masih meringkuk di sana. Membatu di bibir karang. Tidak bergeming meski angin memporak-porandakan kerudung panjangnya. Berkibar-kibar seperti bendera yang dinaikkan tadi siang. Warna kelabu pucat.

Sesekali ia menyeka mata. Ada gumpalan besar menyumpal hatinya. Entah untuk keberapa kali, ia terpelanting ke masa itu.

Ibunya menggenggam tangannya kuat-kuat. "Jangan lepaskan, Zahra!"

Gadis mungil itu hanya mengangguk dalam tangisan. Seluruh tubuhnya gemetar. Bergetar. Air bah mulai masuk ke dek. Kapal pontang panting dihajar badai. Hujan lebat. Petir menyambar-nyabar. Menggelegar memekak telinga. Kilat membelah langit seperti keris raksasa yang saling menghunus. Langit seakan runtuh. Gelap gulita.

Orang-orang menangis, berteriak histeris meminta tolong dan menyebut-nyebut nama Tuhan. Beberapa bahkan terpelanting keluar anjungan. Laut membuka mulutnya yang penuh taring. Siap menelan kapal berpenumpang 345 orang bulat-bulat.

Ibu dan anak itu masih berpegang pada tiang kapal. Seperti puluhan penumpang lainnya. Erat mencengkeram jika tak ingin mati tenggelam.

'CETTAAAARRR!!!'

Kilat cahaya sangat terang. Dengan suara lecutan yang keras berkali lipat dari sebelumnya.

Zahra menjerit memanggil emaknya. Semakin menangis histeris. Suara itu menakutinya. Seperti dekat sekali. Ia menenggelamkan kepala di antara kedua lengan yang menghimpit tiang kapal.

"Emaakk.. emaaakkkkk!!!" Mulutnya terus merapalkan kata-kata itu. Tubuhnya semakin bergetar kedinginan. Basah kuyup. Hampir 1 jam berpegangan tiang ketika kapal pertama berguncang.

Gadis bermata coklat itu mendongak ketika mendengar orang-orang berteriak, "Allahu Akbar! ALLAHU AKBAAARRR!!!"

Zahra semakin menangis menjadi-jadi. Suaranya berubah menjadi erangan. Air matanya leleh ke mana-mana. Rambut yang tadi dikuncir dua kini rusak acak-acakan.

Salah satu tiang layar terbakar. Agaknya petir barusan berhasil menyambar. Api menggeliat seperti ular panas mencari mangsa. Tiang-tiang hangus mulai menghujani dek. Suasana semakin mencekam.

"ZAHRA LARRIII!!!"

Belum sempat ia menoleh, ibunya mendorong gadis mungil usia 5 tahun itu ke tengah dek. Ia terjungkal. Kepalanya berdenyut hebat. Tubuhnya sakit sekali.
Dan.. PRAAAKKK!!!!

Tiang hitam menghantam wanita paruh baya. Setengah tubuh berada di bawah tiang. Darah membanjiri dek kapal yang mulai retak di sana-sini.

"EMAAAAKKKKKK!!!"

Kerudungnya berkibar-kibar. Ombak bergulung-gulung dari kejauhan. Senja baru akan habis di makan cakrawala. Ia menelungkupkan tubuh. Menangis dalam erangan menyayat.

Siang tadi diadakan upacara mengenang tragedi naas itu. Tenggelamnya Kapal Arjuna 15 tahun silam. Tepat hari ini. Di mana 334 orang dinyatakan meninggal. Yang keseluruhannya adalah penduduk kampung nelayan.

Zahra hanyut terbawa ombak. Terombang ambing di lautan entah berapa hari hingga seorang nelayan menemukan tubuhnya pingsan di atas potongan kayu. Gadis itu bahkan tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Kenangannya berhenti pada darah ibunya yang membasahi seluruh tubuh.

Ia masih menangis. Bergelung memeluk kaki mengingat potongan mimpi buruk itu ketika ombak besar datang. Memeluk. Menjerat. Menarik tubuhnya dalam dekapan semesta.

****

Seorang pemuda menyisir bibir pantai entah yang keberapa ratus kali. Pagi, siang, malam, ia berjalan di sepanjang karang. Memanggil-manggil. Sesekali terpuruk di atas butir pasir. Menangisi ia yang hilang sebulan ini. Tanpa kabar. Tanpa kata perpisahan.

Hingga di senja yang ke 43. Ia memungut sesuatu dari karang yang dijilati ombak. Hatinya berdebam.

Tangannya bergetar meraih kain kelabu pucat, kuyup. Terkoyak. Air mengalir di pipinya yang tirus.

Sebuah kerudung yang ia berikan pada gadis yang namanya tertulis di kartu undangan pernikahan mereka.

"ALLAAAHHHH!!!!" raungnya pada semesta yang mulai meredup. Gelap.

*Violeta
Security Forces Hospital, Riyadh, Arab Saudi. 22 Mei 2016. 02.04 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

One Day One Post

Saya tak pernah benar-benar mengerti. Sebuah perkumpulan manusia dengan satu misi. Lucu jika kemudian ada yang bertahan dan tereliminasi. Bu...